PERAN BKPM (BALAI KESEHATAN PARU MASYARAKAT) DALAM MENGATASI MASALAH KESEHATAN PARU MASYARAKAT


KEDUDUKAN BALAI DALAM SKN (SISTIM KESEHATAN NASIONAL)
Dalam sistim kesehatan nasional, pelayanan kesehatan dilakukan secara berjenjang.
Pelayanan kesehatan dasar (strata 1) dilakukan oleh puskesmas yang mempunyai wilayah kerja. Sedangkan pelayanan kesehatan rujukan lanjutan (strata 2) dilakukan oleh rumah sakit yang tidak mempunyai wilayah kerja. Namun selain Puskesmas dan RS ada juga balai yang kedudukannya setara dengan RS (strata 2) namun mempunyai wilayah kerja / wilayah binaan.

APA LATAR BELAKANG PERLUNYA BALAI?
Beberapa masalah kesehatan / penyakit perlu pendekatan yang berbeda. Tidak hanya pendekatan secara perorangan, namun butuh pendekatan kemasyarakatan. Sebagai contohnya, penyakit tuberculosis (TBC) butuh penanganan yang berbeda dengan penyakit diabetes melitus (gula darah). Penyakit tuberculosis (TBC) tidak bisa diberantas hanya dengan mengobati penderitanya saja. Seluruh masyarakat harus dilibatkan dan diajak untuk bersama – sama mencegah dan memberantas tuberculosis (TBC). Berbeda dengan penyakit diabetes melitus, yang tidak membutuhkan pendekatan kemasyarakatan untuk pemberantasannya.
Berdasar dari hal tersebut diatas, maka dibentuklah suatu badan / balai yang secara struktur termasuk strata 2 (rujukan lanjutan) namun mempunyai wilayah kerja / wilayah binaan. BKPM (Balai Kesehatan Paru Masyarakat) adalah salah satu contoh balai yang mempunyai tugas pokok untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya kesehatan paru.

SEJARAH PEMBERANTASAN TBC DAN TERBENTUKNYA BKPM
Tuberculosis (TBC) sudah menyerang manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Sampai abad 19, dunia kedokteran, belum berhasil menemukan virus atau basil penyebab TBC. Tokoh penting dalam studi awal TBC dr Robert Koch, mengabdikan diri untuk memberantas TBC. Pengabdian Robert Koch terhadap upaya pemberantasan TBC menemui titik terang pada tanggal 24 Maret 1882. Ia berhasil menemukan basil penyebab tuberculosis yaitu Mycobacterium Tuberculosis.
Penyebab TBC sudah diketahui, obat anti TBC juga sudah ditemukan. Namun pemberantasan TBC di Indonesia belum dapat berjalan seperti yang diharapkan.
Pemberantasan TBC di Indonesia dimulai sejak zaman penjajahan belanda. Namun saat itu pengobatan TBC hanya bisa dinikmati oleh kalangan tertentu saja. Baru sekitar tahun 1962 pemerintah membangun balai pengobatan penyakit paru yang dapat diakses oleh masyarakat secara umum. Salah satunya yang ada di Kota Pekalongan, dengan nama BP4 (Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru) yang merupakan cikal bakal BKPM.

PROFIL BKPM KOTA PEKALONGAN
Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan pemerintah yang memberikan pelayanan kesehatan khusus paru-paru. Di Provinsi Jawa Tengah hanya terdapat 11 BKPM, yang berarti tidak setiap Kota / Kabupaten memilikinya. BKPM Kota Pekalongan adalah salah satu dari 11 BKPM yang ada di Provinsi Jawa Tengah dan salah satu diantara 2 BKPM di wilayah eks Karesidenan Pekalongan. 
BKPM Kota Pekalongan berlokasi di Jl. W.R. Supratman No.77 Kelurahan Panjang Wetan Kota Pekalongan. Dengan menempati areal seluas 1590 m2, letak lokasi BKPM Kota Pekalongan cukup strategis karena berada di daerah perkotaan dan dilewati oleh angkutan umum sehingga mudah dijangkau oleh masyarakat.
BKPM Kota Pekalongan berdiri pada tahun 1963 merupakan instansi pelayanan kesehatan  pusat di bawah Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan Republik Indonesia dengan nama Balai Pemberantasan Penyakit Paru-Paru (BP 4). Pada tahun 1985 nama Balai Pemberantasan Penyakit Paru-Paru Pekalongan berubah menjadi Balai Pengobatan Penyakit Paru-Paru (BP 4) Pekalongan. Sejak tahun 2000 BP 4 Pekalongan menjadi instansi pelayanan kesehatan milik Pemerintah Kota Pekalongan sebagai Unit Pelayanan Teknis Khusus (UPTK) dibawah Dinas Kesehatan Kota Pekalongan. Status UPTK berubah menjadi Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) pada tahun 2005. Mulai 1 Januari 2009, nama BP 4 Kota Pekalongan berubah menjadi Balai Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) Kota Pekalongan.

TUGAS DAN FUNGSI BKPM

 Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, BKPM Kota Pekalongan memberikan pelayanan kesehatan khusus paru bagi masyarakat. Kegiatan pelayanan tersebut berupa kegiatan preventif, promotif dan kuratif yang dilaksanakan didalam dan luar gedung. Macam kegiatan pelayanan kesehatan di BKPM Kota Pekalongan meliputi :

(1)   Upaya Kesehatan Perseorangan; meliputi
1.        pendaftaran dan rekam medik;
2.        pelayanan poli baru;
3.        pelayanan poli lama;
4.        pelayanan poli TB;
5.  pelayanan unit gawat paru ( UGP ), antara lain penanganan pasien sesak napas, penanganan pasien hemoptoe ( batuk darah )
6.        Pelayanan Pemeriksaan penunjang
a.   pelayanan laboratorium yang meliputi : pelayanan pemeriksaan darah, pemeriksaan dahak, dan pemeriksaan urin.
b.      pelayanan radiologi ( foto rontgen paru – paru )
c.      pelayanan pemeriksaan penunjang EKG ( untuk rekam fungsi jantung )
d.      pelayanan pemeriksaan penunjang Spirometri ( untuk rekam fungsi paru – paru )
7.        Pelayanan obat
8.        Pelayanan konseling 
a.      konseling berhenti merokok
b.      konseling VCT HIV AIDS
9.        Pelayanan kasir
10.   Administrasi manajemenpelayanan pemeliharaan prasarana BKPM;
11.   pencegahan pengendalian infeksi;
12.   pelayanan pasien keluarga miskin;
13.   pengolahan limbah; dan
14.   pelayanan ambulance.

(2)   Upaya Kesehatan Masyarakat, meliputi :
1.        Contact Tracing ( kunjungan kontak serumah pasien TB ) dalam Kota Pekalongan
2.        Follow up pasien TB dalam Kota Pekalongan yang mangkir
3.        Follow up pasien TB dalam Kota Pekalongan yang putus obat ( DO )
4.        Follow up pasien HIV AIDS dalam Kota Pekalongan
5.        Follow up pasien Klinik Berhenti Merokok ( KBM )
6.        Penyuluhan kesehatan paru masyarakat

HAMBATAN PEMBERANTASAN TBC, PERAN PEMERINTAH DAN MASYARAKAT
TBC tidak hanya masalah fisik penyakit tetapi juga diliputi masalah sosial, sebab penderita TB masih distigma. Ketika ada anggota keluarga yang menderita penyakit ini, tidak jarang anggota keluarga lain malah mengucilkan. Saran dari tenaga kesehatan untuk memeriksakan semua anggota keluarga serumah pun terkadang dihindari. Sikap semacam inilah yang bisa menggagalkan program pemberantasan TB.
Ketika anggota keluarga serumah takut untuk memeriksakan diri, upaya deteksi awal kasus TB putus sampai di sini. Selain itu, pengobatan TB yang memakan waktu cukup lama, dengan rentang waktu 6-9 bulan, tidak jarang membikin penderita TB hanya mengkonsumsi obat hanya ketika gejala datang. Faktor itu ditambah mitos yang mengakar di masyarakat umum bahwa konsumsi obat terlalu lama bisa merusak ginjal dan hati. Penderita TBC pun tambah ketakutan untuk mengkonsumsi obat terus-menerus selama 6 bulan, sehingga pengobatannya tidak tuntas. Karena pengobatan terputus, sangat umum penderita datang kembali dengan kondisi yang memburuk, sampai akhirnya mengalami resistensi obat. Akhirnya, penderita itu pun harus mendapatkan pengobatan dengan jangka waktu lebih lama.
Kendala untuk mengendalikan kasus TBC tidak sampai di sini saja. Perokok lebih berisiko terserang TBC, sementara Indonesia menjadi lingkungan yang sangat ramah bagi perokok. Hampir di setiap area terbuka, kita mudah menemukan orang merokok, baik anak-anak yang masih menggunakan seragam putih biru sampai orang dewasa. Bahkan, orangtua pun tidak segan merokok di dekat anaknya.
Belum lagi hambatan dalam pencegahan penularan TBC. Kita masih berkutat dengan urusan sepele seperti orang yang membuang dahak secara asal-asalan di jalanan, atau orang yang tidak menutup mulutnya saat batuk. Ketika orangtua tidak menutup mulutnya saat batuk dan membuang dahak tidak dengan tepat, anak-anak pun bisa meniru perilaku itu. Maka, penularan penyakit yang menular melalui udara pun sangat mudah terjadi.
Pada 2016, pemerintah mencanangkan TOSS TB (Temukan dan Obati Sampai Sembuh Tuberkulosis). Program ini mengharapkan kerjasama semua pihak, baik pemerintah maupun semua lapisan masyarakat. Pemerintah bekerja dengan menjamin ketersediaan obat, menyediakan tenaga kesehatan yang unggul, sarana dan prasarana yang baik, memeriksakan orang yang memiliki risiko tinggi yang datang ke puskesmas, dan yang tak kalah penting, seharusnya adalah promosi kesehatan.
Lalu apa yang sebaiknya dilakukan oleh masyarakat untuk kasus TBC ini? Pertama, deteksi dini orang terdekat jika ada orang terdekatnya mengalami gejala seperti batuk lama, berat badan menurun, atau timbul bengkak, misalnya di leher. Segera diperiksakan di fasilitas kesehatan, lakukan pencegahan penyakit menular dengan baik. Batuk sebaiknya ditutup dengan bagian siku dalam, membuang dahak tidak sembarangan, dan rajin mencuci tangan. Perilaku hidup bersih dan sehat harus dijadikan kebiasaan di kehidupan sehari-hari. Jika ada anggota keluarga yang menderita TB, jangan mengucilkan mereka. Jangan segan untuk memeriksakan diri sendiri, maupun anggota keluarga lain yang memiliki kontak dengan kasus TB, dan yang sangat penting adalah selalu mengingatkan penderita TB untuk rajin minum obat sehingga pengobatan dapat selesai dengan baik.



Komentar

Postingan Populer